Widget HTML Atas

Banyak Nafsu Kurang Ilmu

Tanaman hias di seputar rumah pernah terlantar dan jarang disirami. 
wajah mereka jadi kusut dan sengsara. 
Pemandangan ini membuat merasa bersalah. 

Mendatangkan tanaman baru selalu menggairahkan. Tapi gairah itu memudar begitu sampai di perawatan. 

Semula mengira semua ini karena kesibukan. Ternyata tidak.

Ternyata tak ada manusia sibuk. Begitu kita menyukai sesuatu, kita akan selalu punya waktu. Jadi tanaman gagal urus tadi, pasti bukan karena kesibukan, tetapi karena minat kepadanya telah berkurang.

Pelajaran pertama ialah :  
Gairah pertama selalu punya watak jebakan. Ia bisanya meledak-ledak, tetapi hanya di depan. 
Ia seperti nasihat dan motivasi, menyemangati tetapi hanya ketika dimotivasi, tetapi tidak ketika benar-benar harus menjalani kehidupan. 

Untuk menebus kesalahan ini, dirubahlah pola. 

Tanaman itu mulai disirami, tak tanggung-tanggung, dua kali sehari, dan saat di bulan Ramadan tahun ini tadi , hampir setiap hari. 

Dengan penuh gairah menunggu perubahan apa yang terjadi. 

Karena yakin, apa saja yang kepadanya dicurahkan perhatian, akan mendatangkan imbalan sepadan.



Di minggu pertama, hasilnya mulai terasa. Tanaman kusut itu mulai
menyegar. 

Sudah bisa terbayangkan, hari-hari berikutnya ia akan tumbuh seperti yang dibayangkan. Maka menjadi bersemangatlah dalam menyiram. 

Tetapi memasuki minggu ketiga, didapati fakta yang tak terduga, sebagian tanamam itu mati. 

Setelah bingung dengan apa yang terjadi, ada rasa mulai kecewa pada fakta ini. Tanaman itu alih-alih bertumbuh seperti yang diharapkan, ia malah menjadi lebih buruk dibanding sebelum disiram. 
 
Ketika konflik batin ini meninggi, istri , anak-anak dengan ringan mengomentari begini :
kebanyakan air ini dan itu ,  katanya , dan dari nadanya, yakin sekali mereka itu sdg ia menahan tawa.

Lemas benar rasa ini melihat tanaman itu mati. Bukan soal kematian benar yang menusuk kalbu, tetapi rajin yang sia-sia inilah yang mengharu-biru, batin seolah berkata dengan gaya sajak Chairil Anwar. 


Pagi sore dengan semangat tinggi menyirami dan akhirnya cuma mati. 
Tetapi mungkin kembang mati ini hendak mengajari satu hal: 

"Bahwa rajin hanya satu syarat, syarat lain adalah ilmu. Rajin tanpa ilmu bukan cuma percuma tetapi ternyata malah bisa berbahaya."

Sudah sekian kali mengulang kebodohan ini. 
 
Saking senangnya punya ikan koi, setiap menit mereka kita suapi karena di mata kita kelaparan mereka tak pernah henti. 
 Hasilnya ikan-ikan ini kegemukan dan satu persatu mati.

Apa yang sangat bisa diresapi dari kisah sederhana dalam keseharian hidup kita berdasarkan kisah diatas ?

Rajin tanpa ilmu sungguh membuang banyak waktu.

( True Story by mentorku )